Oleh : Dedy Agung Prasetyo*
Polemik penolakan visa WNI ke
Israel tengah menjadi sorotan. Mulai tanggal 9 Juni
2018 mendatang Israel dikabarkan akan menutup akses masuk bagi para turis Indonesia
ke wilayahnya. Keputusan ini dinilai sebagai bentuk balasan Israel karena
sebelumnya pemerintah Indonesia mengambil kebijakan menangguhkan visa bagi warga
negara Israel yang berkunjung ke Indoesia. Kebijakan pelarangan warga Israel
memasuki wilayah Indonesia adalah imbas dari pertumpahan darah warga Palestina saat
berdemonstrasi di Jalur Gaza, Palestina, yang terjadi pada pertengahan Mei 2018 lalu
menyusul pemindahan kantor kedubes AS di Jerusalem. Akibat ulah tentara Israel
tersebut, menurut laporan terakhir, tidak kurang dari 120 warga Palestina tewas,
14 diantaranya anak-anak dan ratusan lainnya luka-luka. Tiba-tiba saya teringat
slogan almarhum Gus Dur saat masih aktif menjadi politisi, “maju tak gentar
membela yang benar”. Semangat keberpihakan inilah yang sesungguhnya hendak
ditunjukkan oleh pemerintah Indonesia kepada Israel dan Dunia bahwa Indonesia mengutuk
keras tindakan brutal Israel terhadap yang lemah dan terjajah. Kebijakan ini
tidak lain adalah wujud pembelaan nyata Indonesia untuk Palestina atas
kebiadaban tentara zionis Israel.
Dalam konteks hubungan internasional dapat dipahami bahwa setiap
kebijakan politik luar negeri pasti mengandung resiko, sekecil dan sebesar
apapun resiko itu, tidak terkecuali
kebijakan diplomatik negara yang bahkan secara langsung dapat berimbas pada
warga negaranya. Jika memang kebijakan itu dinilai perlu dan cukup strategis
peranannya bagi strategi diplomasi negara maka resiko yang dikhawatirkan pun
tidak menjadi persoalan sepanjang dapat dikendalikan, terukur, serta diprediksi
tidak akan menjadi ancaman serius atau hambatan dalam waktu yang lama (hanya bersifat
sementara).
Dalam konteks ini Israel telah memberlakukan kebijakan yang
serupa dengan Indonesia sebagai aksi balasan. Lalu apa ruginya bagi Indonesia?
Sesungguhnya Indonesia tidaklah rugi, mengingat Israel bukan tujuan pariwisata
dunia yang menarik bagi Indonesia, Israel juga tidak memiliki hubungan
diplomatik dengan Indonesia. Bagi kebijakan politik luar negeri Indonesia,
alih-alih mengakuinya sebagai sebuah negara, Indonesia tidak pernah mengakui
Jerusalem sebagai bagian dari Israel. Sehingga semestinya memang tidak perlu
ada kekhawatiran di pihak Indonesia. Tetapi yang tak terelakkan adalah
kenyataan bahwa sebagian besar wilayah Jerusalem secara fisik dikuasai oleh
Israel. Sementara di sisi lain warga negara Indonesia baik umat muslim maupun
umat kristiani memiliki animo yang cukup besar terhadap kota Jerusalem.
Banyak warga lndonesia yang melaksanakan
ibadah umrah plus dengan fasilitas tambahan mengunjungi Masjid Al-Aqsa (sebagai
masjid suci ketiga umat Muslim setelah masjid Al-Haram dan masjid Nabawi) serta
makam Nabi Ibrahim As. Demikian halnya umat kristiani yang melakukan perjalanan
wisata religi ke gereja makam kudus yang diyakini sebagai tempat Yesus kristus
disalib maupun situs bersejarah lainnya. Menurut data dari Kemeterian Luar
Negeri tercatat jumlah kunjungan turis Indonesia ke Jerusalem mencapai 40 ribu
orang per tahun.
Status Kota Jerusalem
Secara de jure status
jerusalem masih terikat dengan hukum internasional yaitu Resolusi Majelis Umum
PBB nomor 181 (II) yang menyatakan Jerusalem sebagai corpus separatum, yang berarti wilayah Palestina yang terpisah
yaitu wilayah internasional di bawah pengaturan PBB. Resolusi ini disahkan pada
tanggal 29 November 1947 sebagai respon atas pengakhiran pendudukan Inggris di
wilayah Palestina. Sedangkan secara de
facto keberadaan tentara Israel di
wilayah Jerusalem memang sangat dominan, tetapi secara hukum internasional resolusi
tersebut menegaskan bahwa sesungguhnya Jerusalem tidak di bawah kekuasaan siapapun,
baik Palestina maupun Israel, melainkan dengan status kota internasional yang
berada di bawah rezim administrasi PBB. Oleh karena itu pendudukan fisik Israel
atas jerusalem sebagai kota Internasional adalah ilegal dan harus segera
diakhiri.
Perundingan demi perundingan telah diupayakan sejak zaman
pemimpin PLO Yasser Arafat hingga Presiden Mahmud Abbas. Resolusi demi resolusi
PBB baik Majelis Umum maupun Dewan Keamanan telah diterbikan untuk pengupayakan
solusi damai, tetapi Israel masih tetap dengan sikap brutalnya. Resolusi Dewan
Keamanan PBB nomor 476 yang tanggal 21
Agustus 1980 menegaskan kembali bahwa semua langkah Israel yang mengubah
karakter geografis, demografis, dan sejarah maupun status Jerusalem dibatalkan
dan tidak berlaku. Resolusi ini memang telah memberikan landasan hukum yang
kuat mengenai status Jerusalem. Tetapi apalah gunanya resolusi jika tidak
disertai dengan punishment bagi
pelanggarnya.
Urgensi perlindungan
militer dari PBB
Kebijakan penutupan akses kunjungan bagi WNI ke Israel tentu
akan menghambat proses pemeriksaan turis Indonesia di wilayah Jerusalem
meskipun mereka telah mengantongi visa, sebab setiap wisatawan / peziarah akan
melewati pos-pos pemeriksaan otoritas tentara keamanan Israel. Semestinya
hambatan soal pemeriksaaan oleh tentara Israel di Jerusalem ini tidak perlu ada
apabila PBB bersikap tegas menempakan pasukan mliternya (tentara penjaga perdamaian)
mengamankan wilayah itu dari kesewenang-wenangan tentara Israel, karena hal ini
merupakan konsekuensi tanggungjawab PBB atas penetapan Jerusalem sebagai corpus separatum atau kota Internasional
di bawah naungannya.
Imbas kebijakan penolakan Israel terhadap kunjungan warga negara
Indonesia ini memang perlu dicarikan solusinya dan saya meyakini persoalan ini
akan dapat diselesaikan dalam waktu yang tidak lama. Apalagi jika akhirnya
pemerintah bersikap melunak dan berkenan mencabut kebijakannya dengan membuka kembali
akses bagi warga Israel ke Indonesia. Namun, jauh lebih penting dari pada itu,
Indonesia dan negara-negara dunia yang concern
terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia tidak boleh terus-menerus “kalah” atas pendudukan
sepihak dan kebrutalan Israel yang telah begitu banyak memakan koban jiwa di
Palestina. Keep fighting for the better
Palestine!
*Penulis adalah Calon Hakim pada
Mahkamah Agung RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar